Oleh: Muqsi M Nasir
260314
Saat
konflik terus berkecamuk melanda bumi tercinta, senandung pribumi telah merajam
seluruh sanak keluarganya. Apa hendak dikata kita terus terusik harga diri
untuk mempertahankan sepetak ladang dengan penuh asa bisa memerikan segudang
berkah untuk anak cucunya kelak. Sehingga perang tidak pernah usai hingga
memakan jutaan manusia yang ada di bumi terncita.
Abu
rais lelaki renta menjadi saksi pilu kenangan lama yang berdarah. Di kala itu,
suasana subuh yang begitu mendung, petir menghambar siapa saja yang merasa
tinggi dan menghujam seluruh lengkuk batang yang meninggi. Mata belum terbuka
bagi siapa pun yang masih terlelap karena sangat mendukung cuacanya yang hampir hujan. Bagi abu rais
sebagai imam kampong bukan alasan, hujan maupun petir untuk melaksanakan shalat
shubuh berjamaah di meunasah (mushalla). Kumandang azan telah sampai di ujung
telinga abu rais pun bergegas menuju mushalla yang tidak jauh dirumahnya. Ketika
hampir sampai ke mushalla segerembolan berbaju loreng menghampiri abu rais. “pagi
pak teungku” sapa mereka. Kemudian abu rais pun menjawab “pagi juga, maaf saya
terburu-buru untuk shalat ke mushalla” elak abu rais.
Dengan
wajah beringas mereka memanggil lagi yang hampir jauh sedikit dengan abu rais “woiii
lihat pemberontak tidak” celutuk mereka dengan sedikit geram. Abu rais tidak
menjawab llagi dan mempercepat sedikit jalannya tiba-tiba mereka mengatakan
lagi “tunggu nanti ya, kuangkat kalian semua” ancam mereka.
Abu rais
tidak menyangkal pembicaraan mereka dan terus melakukan seperti biasanya
beribadah. Shalat shubuh tetap dilaksanakan secara berjamaah walaupun hanya 8
orang, itupun seperangkat desa saja (kaum tua). Setelah shalat shubuh dan berdo’a
tiba-tiba loreng telah masuk tanpa membuka alas kaki mereka, sontak saja abu
rais marah “Babi kalian masuk tempat ibadah kami tanpa membuka sepatu” ujar abu
rais dengan muka marah.
Komandan
regu itupun marah di bilang babi oleh abu rais dan menenteng senjata kepada abu
rais. Abu razak teman abu rais berserta teman lainnya langsung berdiri meminta
maaf atas perkataan tersebut. Namun kata-kata itu di abaikan dan meminta abu
rais dan teman-teman yang ada di situ untuk pergi ke satu tempat. Pada pagi itu
juga mereka pergi dengan tangan diikat dan langsung di bawa oleh mereka. Abu rais
minta izin sebentar untuk masuk bilik (kamar) yang ada di mushalla dengan
alasan untuk mengambil sajadah kecil. Sesampai kekamar abu rais sempat
menitipkan pesan bagi siapa yang masuk kekamar mushalla itu yang isinya “jika
siapa yang mencari saya, saya sudah di bawa oleh tentara” begitu pesan
singkatnya.
Tak sabar
menunggu komando regu itupun menghampiri abu rais yang sudah berapa menit masuk
ke bilik “cepat dikit, kutembak nanti” ancam komando regu yang sangat gagah dan
ganas. Abu rais bergegas keluar dan tanngannya diikat kembali dan membawa
sajadah kecil dengan asa dapat beribadah seperti sedia kala.
Empat
jam jalan kaki dengan melewati rimba-rimba sampailah satu tempat terlihat ada
satu bangunan sedikit mewah mungkin rumah gedongan pada zaman dahulu. Abu rais,
abu razak serta teman lainnya kaget “bukankah ini rumah geudong tempat
penyiksaan orang-orang?” Tanya abu razak pada abu rais sambil berbisik. Abu razak
hanya diam sambil bergumam “Ya Allah jika saya diizinkan pulang kerumah
selamatkanlah hamba, jika tidak Engkau izinkan hamba untuk kembali kekeluarga
hamba sabarkanlah keluarga hamba, tempatkanlah hamba disisi Mu ya Allah”.
Sudah
menjelang siang keluarga mereka masing-masing terus mencari mereka yang sudah
berapa jam tidak pulang kerumah. Lewat pesan yang dititipkan oleh abu razak
tadi di lihat oleh remaja yang kebetulan hendak mengambil Al-Qur’an. Remaja yang
namanya muhklis langsung beranjak pulang untuk mengabari pada istri abu rais
yang bahwa mereka semua telah di bawa tentara “mak cik mak cik, saya temukan
ini dalam bilik mushalla” celetuk muhklis pada mak ciknya. Aisyah istri abu
razak sangat terkejut melihat pesan singkat yang diberikan oleh mukhlis dengan
rasa syok mata yang berkaca dan keadaan pasrah telah terbuka lebar. Karena pada
saat itu siapa saja yang di ambil oleh tentara tidak akan pulang untuk
selamanya. Keluarga lainnya seperti keluarga abu razak dan teman lainnya terus
berdatangan kerumah Aisyah istri abu rais untuk melihat berita yang ditulis
langsung oleh abu rais. Mereka semua hanya bisa berdo’a kepada yang Maha Kuasa
agar di beri umur panjang kepada mereka yang telah di culik.
Jam 12:57
wib tiba kumandang azan pun sudah tak bisa di elak lagi, “Alhamdulillah sudah
sampai waktu ibadah” bisik jamil pada teman-temannya. Mereka semuanya kelelahan
dan meminta seteguk minuman dan waktu ibadah, namun mereka hanya mendapat
seteguk minuman masing-masing dan tidak di izinkan untuk beribadah. Pada detik
itu juga mereka di pukuli sampai pingsan. Ismail yang duluan sadar langsung
membangunkan teman yang lainnya. Ketika mata terbuka berbagai pandangan yang
mengeluarkan air mata di saat malam menyapa. Jeritan wanita, teriakan pria
menghujam seluruh sudut telinga. Dentuman music seakan jantung ini rontok
seketika.
Sesaat
melihat dan mendengar apa yang di saksikan mereka dibawa ke suatu kamar kecil
yang berisi 40 orang. Abu rais, ismail, abu razak berserta kawan lainnya
menjerit kesakitan dan tak bisa bernafas. Tak lama di masukkan kekamar sempit
itu sekitar 40 an termasuk para abu rais dan teman-temannya di bariskan di
depan lubang yang besar dan berisikan tulang belulang “mungkin tulang manusia
bekas siksasaan” gumam abu rais sambil membenarkannya. Semuanya menghadap
lubang besar para serdadu berdiri di belakang sambil menenteng senjata
otomatis. Semua diam dan keringat bercucuran pada malam itu. Dentuman suara
telah bunyi satu persatu jatuh kelubang itu “seperti lubang neraka”.
Abu rais
dan teman-temannya memegang erat tangan, tiba-tiba dalam keadaan kalut
bercampur aduk semuanya tidak menghilangkan akal bagi seorang lelaki bernama
rais. Dalam hatinya berkata “sebelum kena peluru aku harus duluan lompat
kelubang, biarkan saya sendiri selamat dari pada mati semua tanpa saksi mata”. Abu
rais nekat lompat dan pura-pura mati, setelah korban berjatuhan dentuman
senjata sudah mereda, abu rais mendengar percakapan mereka “kuburkan semua”
kata seorang serdadu di atas. Tidak sampai lima menit habislah dikuburkan
semuanya, dan abu rais sempat tak bisa bernafas pada waktu itu. Hanya saja
Allah masih memberikan harapan untuk menjadi saksi mata bagi orang-orang apa
yang ada di balik rumah gedungan itu “rumoh geudong”. Malam telah larut abu
rais tak pernah putus asa untuk mengikis tanah yang hanya penguburannya
berkisar 30 cm dari dasar daratan. Sesampai ke atas tercampaklah semua
pandangan berbagai penyiksaan di rumah tersebut.
Abu rais
sempat tercengang melihat seorang gadis muda yang sudah di telanjangkan di ikat
di pohon pinang dengaan putting payudaranya terlilit kable listrik betapa
menyedihkan. “Andai anakku di situ pasti saya tidak sanggup menahan air mataku,
lebih baik aku mati dari pada di siksa anakku” gumam dia dan tidak sanggup
menahan air matanya. Setelah menyaksikannya tidak begitu lama, rindu untuk pulang
telah membuncah ruah di hati yang kian membara. Dengan semangat perjuangan abu
rais berlari dan sesampai pnggiran pedesaan, lampu-lampu rumah telah terlihat
sampailah dia kerumah. “assalamu’alaikum” abu rais sambil mengetuk pintu. Istri
abu rais yang membuka pintu langsung terkejut dan menjerit karena apa yang dia
lihat seperti mimpi. Langsung saja abu arias menutup mulut istrinya agar tidak
terdengar oleh tetangga. Abu rais menceritakan semuanya tentang apa yang dialami
olehnya dan teman-temannya. Keesokan harinya aisyah istri abu rais memanggil
semua keluarga teman-teman abu rais yang tidak akan pulang lagi untuk selamanya
dan memohonj ketabahan atas apa yang menimpa mereka.
Tragedi rumoh
geudong tragedy yang tidak penah lupa di memory anak serambi. Tragedi itu bisa
jadi tragedi kenangan berdarah dan menjadi pelajaran bagi semua orang tentang
kesedihan, duka yang mendalam penganiayaan dan kekerasan lainnya yang belum
terungkap. Semoga!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar