Rabu, 26 Maret 2014

Rumoh Geudong "Kenangan Berdarah"

Oleh: Muqsi M Nasir
260314
Saat konflik terus berkecamuk melanda bumi tercinta, senandung pribumi telah merajam seluruh sanak keluarganya. Apa hendak dikata kita terus terusik harga diri untuk mempertahankan sepetak ladang dengan penuh asa bisa memerikan segudang berkah untuk anak cucunya kelak. Sehingga perang tidak pernah usai hingga memakan jutaan manusia yang ada di bumi terncita.
Abu rais lelaki renta menjadi saksi pilu kenangan lama yang berdarah. Di kala itu, suasana subuh yang begitu mendung, petir menghambar siapa saja yang merasa tinggi dan menghujam seluruh lengkuk batang yang meninggi. Mata belum terbuka bagi siapa pun yang masih terlelap karena sangat mendukung  cuacanya yang hampir hujan. Bagi abu rais sebagai imam kampong bukan alasan, hujan maupun petir untuk melaksanakan shalat shubuh berjamaah di meunasah (mushalla). Kumandang azan telah sampai di ujung telinga abu rais pun bergegas menuju mushalla yang tidak jauh dirumahnya. Ketika hampir sampai ke mushalla segerembolan berbaju loreng menghampiri abu rais. “pagi pak teungku” sapa mereka. Kemudian abu rais pun menjawab “pagi juga, maaf saya terburu-buru untuk shalat ke mushalla” elak abu rais.
Dengan wajah beringas mereka memanggil lagi yang hampir jauh sedikit dengan abu rais “woiii lihat pemberontak tidak” celutuk mereka dengan sedikit geram. Abu rais tidak menjawab llagi dan mempercepat sedikit jalannya tiba-tiba mereka mengatakan lagi “tunggu nanti ya, kuangkat kalian semua” ancam mereka.
Abu rais tidak menyangkal pembicaraan mereka dan terus melakukan seperti biasanya beribadah. Shalat shubuh tetap dilaksanakan secara berjamaah walaupun hanya 8 orang, itupun seperangkat desa saja (kaum tua). Setelah shalat shubuh dan berdo’a tiba-tiba loreng telah masuk tanpa membuka alas kaki mereka, sontak saja abu rais marah “Babi kalian masuk tempat ibadah kami tanpa membuka sepatu” ujar abu rais dengan muka marah.
Komandan regu itupun marah di bilang babi oleh abu rais dan menenteng senjata kepada abu rais. Abu razak teman abu rais berserta teman lainnya langsung berdiri meminta maaf atas perkataan tersebut. Namun kata-kata itu di abaikan dan meminta abu rais dan teman-teman yang ada di situ untuk pergi ke satu tempat. Pada pagi itu juga mereka pergi dengan tangan diikat dan langsung di bawa oleh mereka. Abu rais minta izin sebentar untuk masuk bilik (kamar) yang ada di mushalla dengan alasan untuk mengambil sajadah kecil. Sesampai kekamar abu rais sempat menitipkan pesan bagi siapa yang masuk kekamar mushalla itu yang isinya “jika siapa yang mencari saya, saya sudah di bawa oleh tentara” begitu pesan singkatnya.
Tak sabar menunggu komando regu itupun menghampiri abu rais yang sudah berapa menit masuk ke bilik “cepat dikit, kutembak nanti” ancam komando regu yang sangat gagah dan ganas. Abu rais bergegas keluar dan tanngannya diikat kembali dan membawa sajadah kecil dengan asa dapat beribadah seperti sedia kala.
Empat jam jalan kaki dengan melewati rimba-rimba sampailah satu tempat terlihat ada satu bangunan sedikit mewah mungkin rumah gedongan pada zaman dahulu. Abu rais, abu razak serta teman lainnya kaget “bukankah ini rumah geudong tempat penyiksaan orang-orang?” Tanya abu razak pada abu rais sambil berbisik. Abu razak hanya diam sambil bergumam “Ya Allah jika saya diizinkan pulang kerumah selamatkanlah hamba, jika tidak Engkau izinkan hamba untuk kembali kekeluarga hamba sabarkanlah keluarga hamba, tempatkanlah hamba disisi Mu ya Allah”.
Sudah menjelang siang keluarga mereka masing-masing terus mencari mereka yang sudah berapa jam tidak pulang kerumah. Lewat pesan yang dititipkan oleh abu razak tadi di lihat oleh remaja yang kebetulan hendak mengambil Al-Qur’an. Remaja yang namanya muhklis langsung beranjak pulang untuk mengabari pada istri abu rais yang bahwa mereka semua telah di bawa tentara “mak cik mak cik, saya temukan ini dalam bilik mushalla” celetuk muhklis pada mak ciknya. Aisyah istri abu razak sangat terkejut melihat pesan singkat yang diberikan oleh mukhlis dengan rasa syok mata yang berkaca dan keadaan pasrah telah terbuka lebar. Karena pada saat itu siapa saja yang di ambil oleh tentara tidak akan pulang untuk selamanya. Keluarga lainnya seperti keluarga abu razak dan teman lainnya terus berdatangan kerumah Aisyah istri abu rais untuk melihat berita yang ditulis langsung oleh abu rais. Mereka semua hanya bisa berdo’a kepada yang Maha Kuasa agar di beri umur panjang kepada mereka yang telah di culik.
Jam 12:57 wib tiba kumandang azan pun sudah tak bisa di elak lagi, “Alhamdulillah sudah sampai waktu ibadah” bisik jamil pada teman-temannya. Mereka semuanya kelelahan dan meminta seteguk minuman dan waktu ibadah, namun mereka hanya mendapat seteguk minuman masing-masing dan tidak di izinkan untuk beribadah. Pada detik itu juga mereka di pukuli sampai pingsan. Ismail yang duluan sadar langsung membangunkan teman yang lainnya. Ketika mata terbuka berbagai pandangan yang mengeluarkan air mata di saat malam menyapa. Jeritan wanita, teriakan pria menghujam seluruh sudut telinga. Dentuman music seakan jantung ini rontok seketika.
Sesaat melihat dan mendengar apa yang di saksikan mereka dibawa ke suatu kamar kecil yang berisi 40 orang. Abu rais, ismail, abu razak berserta kawan lainnya menjerit kesakitan dan tak bisa bernafas. Tak lama di masukkan kekamar sempit itu sekitar 40 an termasuk para abu rais dan teman-temannya di bariskan di depan lubang yang besar dan berisikan tulang belulang “mungkin tulang manusia bekas siksasaan” gumam abu rais sambil membenarkannya. Semuanya menghadap lubang besar para serdadu berdiri di belakang sambil menenteng senjata otomatis. Semua diam dan keringat bercucuran pada malam itu. Dentuman suara telah bunyi satu persatu jatuh kelubang itu “seperti lubang neraka”.
Abu rais dan teman-temannya memegang erat tangan, tiba-tiba dalam keadaan kalut bercampur aduk semuanya tidak menghilangkan akal bagi seorang lelaki bernama rais. Dalam hatinya berkata “sebelum kena peluru aku harus duluan lompat kelubang, biarkan saya sendiri selamat dari pada mati semua tanpa saksi mata”. Abu rais nekat lompat dan pura-pura mati, setelah korban berjatuhan dentuman senjata sudah mereda, abu rais mendengar percakapan mereka “kuburkan semua” kata seorang serdadu di atas. Tidak sampai lima menit habislah dikuburkan semuanya, dan abu rais sempat tak bisa bernafas pada waktu itu. Hanya saja Allah masih memberikan harapan untuk menjadi saksi mata bagi orang-orang apa yang ada di balik rumah gedungan itu “rumoh geudong”. Malam telah larut abu rais tak pernah putus asa untuk mengikis tanah yang hanya penguburannya berkisar 30 cm dari dasar daratan. Sesampai ke atas tercampaklah semua pandangan berbagai penyiksaan di rumah tersebut.
Abu rais sempat tercengang melihat seorang gadis muda yang sudah di telanjangkan di ikat di pohon pinang dengaan putting payudaranya terlilit kable listrik betapa menyedihkan. “Andai anakku di situ pasti saya tidak sanggup menahan air mataku, lebih baik aku mati dari pada di siksa anakku” gumam dia dan tidak sanggup menahan air matanya. Setelah menyaksikannya tidak begitu lama, rindu untuk pulang telah membuncah ruah di hati yang kian membara. Dengan semangat perjuangan abu rais berlari dan sesampai pnggiran pedesaan, lampu-lampu rumah telah terlihat sampailah dia kerumah. “assalamu’alaikum” abu rais sambil mengetuk pintu. Istri abu rais yang membuka pintu langsung terkejut dan menjerit karena apa yang dia lihat seperti mimpi. Langsung saja abu arias menutup mulut istrinya agar tidak terdengar oleh tetangga. Abu rais menceritakan semuanya tentang apa yang dialami olehnya dan teman-temannya. Keesokan harinya aisyah istri abu rais memanggil semua keluarga teman-teman abu rais yang tidak akan pulang lagi untuk selamanya dan memohonj ketabahan atas apa yang menimpa mereka.

Tragedi rumoh geudong tragedy yang tidak penah lupa di memory anak serambi. Tragedi itu bisa jadi tragedi kenangan berdarah dan menjadi pelajaran bagi semua orang tentang kesedihan, duka yang mendalam penganiayaan dan kekerasan lainnya yang belum terungkap. Semoga!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar