Rabu, 26 Maret 2014

PESTA LETUSAN

Oleh: Mirza Fanzikri
1 Maret 2014

Sesaat lagi pesta akan datang
Lalu, mengapa yang menyambutnya suara letusan
Dan api yang berkobaran
Membakar tiang hingga bendera yang memancang

Semakin hari, suara letusan semakin nyaring menyengat
Apakah pertanda pesta akan semakin dekat
Cerita kegaduhan di koran selalu dimuat
tak absen meski hari jum’at keramat

Teror dan intimidasi semakin marak
Yang melawan, siapa pun akan disikat
Ini tanda perlakuan makhluk tak berakhlak
Mempertonton keangkuhan nya di depan rakyat

Kini, nyali masyarakat semakin teruji
Kebebasan memilih dengan hati nurani
Jangan tebuai dengan seribu janji
Belum tentu mereka berbicara dengan bukti

Pesta demokrasi tinggal menghitung hari
Semua caleg sudah mempersiapkan diri
Dengan program dan janji mereka mempromosi diri
Jika tak terealisasi siapa yang peduli?


Rumoh Geudong "Kenangan Berdarah"

Oleh: Muqsi M Nasir
260314
Saat konflik terus berkecamuk melanda bumi tercinta, senandung pribumi telah merajam seluruh sanak keluarganya. Apa hendak dikata kita terus terusik harga diri untuk mempertahankan sepetak ladang dengan penuh asa bisa memerikan segudang berkah untuk anak cucunya kelak. Sehingga perang tidak pernah usai hingga memakan jutaan manusia yang ada di bumi terncita.
Abu rais lelaki renta menjadi saksi pilu kenangan lama yang berdarah. Di kala itu, suasana subuh yang begitu mendung, petir menghambar siapa saja yang merasa tinggi dan menghujam seluruh lengkuk batang yang meninggi. Mata belum terbuka bagi siapa pun yang masih terlelap karena sangat mendukung  cuacanya yang hampir hujan. Bagi abu rais sebagai imam kampong bukan alasan, hujan maupun petir untuk melaksanakan shalat shubuh berjamaah di meunasah (mushalla). Kumandang azan telah sampai di ujung telinga abu rais pun bergegas menuju mushalla yang tidak jauh dirumahnya. Ketika hampir sampai ke mushalla segerembolan berbaju loreng menghampiri abu rais. “pagi pak teungku” sapa mereka. Kemudian abu rais pun menjawab “pagi juga, maaf saya terburu-buru untuk shalat ke mushalla” elak abu rais.
Dengan wajah beringas mereka memanggil lagi yang hampir jauh sedikit dengan abu rais “woiii lihat pemberontak tidak” celutuk mereka dengan sedikit geram. Abu rais tidak menjawab llagi dan mempercepat sedikit jalannya tiba-tiba mereka mengatakan lagi “tunggu nanti ya, kuangkat kalian semua” ancam mereka.
Abu rais tidak menyangkal pembicaraan mereka dan terus melakukan seperti biasanya beribadah. Shalat shubuh tetap dilaksanakan secara berjamaah walaupun hanya 8 orang, itupun seperangkat desa saja (kaum tua). Setelah shalat shubuh dan berdo’a tiba-tiba loreng telah masuk tanpa membuka alas kaki mereka, sontak saja abu rais marah “Babi kalian masuk tempat ibadah kami tanpa membuka sepatu” ujar abu rais dengan muka marah.
Komandan regu itupun marah di bilang babi oleh abu rais dan menenteng senjata kepada abu rais. Abu razak teman abu rais berserta teman lainnya langsung berdiri meminta maaf atas perkataan tersebut. Namun kata-kata itu di abaikan dan meminta abu rais dan teman-teman yang ada di situ untuk pergi ke satu tempat. Pada pagi itu juga mereka pergi dengan tangan diikat dan langsung di bawa oleh mereka. Abu rais minta izin sebentar untuk masuk bilik (kamar) yang ada di mushalla dengan alasan untuk mengambil sajadah kecil. Sesampai kekamar abu rais sempat menitipkan pesan bagi siapa yang masuk kekamar mushalla itu yang isinya “jika siapa yang mencari saya, saya sudah di bawa oleh tentara” begitu pesan singkatnya.
Tak sabar menunggu komando regu itupun menghampiri abu rais yang sudah berapa menit masuk ke bilik “cepat dikit, kutembak nanti” ancam komando regu yang sangat gagah dan ganas. Abu rais bergegas keluar dan tanngannya diikat kembali dan membawa sajadah kecil dengan asa dapat beribadah seperti sedia kala.
Empat jam jalan kaki dengan melewati rimba-rimba sampailah satu tempat terlihat ada satu bangunan sedikit mewah mungkin rumah gedongan pada zaman dahulu. Abu rais, abu razak serta teman lainnya kaget “bukankah ini rumah geudong tempat penyiksaan orang-orang?” Tanya abu razak pada abu rais sambil berbisik. Abu razak hanya diam sambil bergumam “Ya Allah jika saya diizinkan pulang kerumah selamatkanlah hamba, jika tidak Engkau izinkan hamba untuk kembali kekeluarga hamba sabarkanlah keluarga hamba, tempatkanlah hamba disisi Mu ya Allah”.
Sudah menjelang siang keluarga mereka masing-masing terus mencari mereka yang sudah berapa jam tidak pulang kerumah. Lewat pesan yang dititipkan oleh abu razak tadi di lihat oleh remaja yang kebetulan hendak mengambil Al-Qur’an. Remaja yang namanya muhklis langsung beranjak pulang untuk mengabari pada istri abu rais yang bahwa mereka semua telah di bawa tentara “mak cik mak cik, saya temukan ini dalam bilik mushalla” celetuk muhklis pada mak ciknya. Aisyah istri abu razak sangat terkejut melihat pesan singkat yang diberikan oleh mukhlis dengan rasa syok mata yang berkaca dan keadaan pasrah telah terbuka lebar. Karena pada saat itu siapa saja yang di ambil oleh tentara tidak akan pulang untuk selamanya. Keluarga lainnya seperti keluarga abu razak dan teman lainnya terus berdatangan kerumah Aisyah istri abu rais untuk melihat berita yang ditulis langsung oleh abu rais. Mereka semua hanya bisa berdo’a kepada yang Maha Kuasa agar di beri umur panjang kepada mereka yang telah di culik.
Jam 12:57 wib tiba kumandang azan pun sudah tak bisa di elak lagi, “Alhamdulillah sudah sampai waktu ibadah” bisik jamil pada teman-temannya. Mereka semuanya kelelahan dan meminta seteguk minuman dan waktu ibadah, namun mereka hanya mendapat seteguk minuman masing-masing dan tidak di izinkan untuk beribadah. Pada detik itu juga mereka di pukuli sampai pingsan. Ismail yang duluan sadar langsung membangunkan teman yang lainnya. Ketika mata terbuka berbagai pandangan yang mengeluarkan air mata di saat malam menyapa. Jeritan wanita, teriakan pria menghujam seluruh sudut telinga. Dentuman music seakan jantung ini rontok seketika.
Sesaat melihat dan mendengar apa yang di saksikan mereka dibawa ke suatu kamar kecil yang berisi 40 orang. Abu rais, ismail, abu razak berserta kawan lainnya menjerit kesakitan dan tak bisa bernafas. Tak lama di masukkan kekamar sempit itu sekitar 40 an termasuk para abu rais dan teman-temannya di bariskan di depan lubang yang besar dan berisikan tulang belulang “mungkin tulang manusia bekas siksasaan” gumam abu rais sambil membenarkannya. Semuanya menghadap lubang besar para serdadu berdiri di belakang sambil menenteng senjata otomatis. Semua diam dan keringat bercucuran pada malam itu. Dentuman suara telah bunyi satu persatu jatuh kelubang itu “seperti lubang neraka”.
Abu rais dan teman-temannya memegang erat tangan, tiba-tiba dalam keadaan kalut bercampur aduk semuanya tidak menghilangkan akal bagi seorang lelaki bernama rais. Dalam hatinya berkata “sebelum kena peluru aku harus duluan lompat kelubang, biarkan saya sendiri selamat dari pada mati semua tanpa saksi mata”. Abu rais nekat lompat dan pura-pura mati, setelah korban berjatuhan dentuman senjata sudah mereda, abu rais mendengar percakapan mereka “kuburkan semua” kata seorang serdadu di atas. Tidak sampai lima menit habislah dikuburkan semuanya, dan abu rais sempat tak bisa bernafas pada waktu itu. Hanya saja Allah masih memberikan harapan untuk menjadi saksi mata bagi orang-orang apa yang ada di balik rumah gedungan itu “rumoh geudong”. Malam telah larut abu rais tak pernah putus asa untuk mengikis tanah yang hanya penguburannya berkisar 30 cm dari dasar daratan. Sesampai ke atas tercampaklah semua pandangan berbagai penyiksaan di rumah tersebut.
Abu rais sempat tercengang melihat seorang gadis muda yang sudah di telanjangkan di ikat di pohon pinang dengaan putting payudaranya terlilit kable listrik betapa menyedihkan. “Andai anakku di situ pasti saya tidak sanggup menahan air mataku, lebih baik aku mati dari pada di siksa anakku” gumam dia dan tidak sanggup menahan air matanya. Setelah menyaksikannya tidak begitu lama, rindu untuk pulang telah membuncah ruah di hati yang kian membara. Dengan semangat perjuangan abu rais berlari dan sesampai pnggiran pedesaan, lampu-lampu rumah telah terlihat sampailah dia kerumah. “assalamu’alaikum” abu rais sambil mengetuk pintu. Istri abu rais yang membuka pintu langsung terkejut dan menjerit karena apa yang dia lihat seperti mimpi. Langsung saja abu arias menutup mulut istrinya agar tidak terdengar oleh tetangga. Abu rais menceritakan semuanya tentang apa yang dialami olehnya dan teman-temannya. Keesokan harinya aisyah istri abu rais memanggil semua keluarga teman-teman abu rais yang tidak akan pulang lagi untuk selamanya dan memohonj ketabahan atas apa yang menimpa mereka.

Tragedi rumoh geudong tragedy yang tidak penah lupa di memory anak serambi. Tragedi itu bisa jadi tragedi kenangan berdarah dan menjadi pelajaran bagi semua orang tentang kesedihan, duka yang mendalam penganiayaan dan kekerasan lainnya yang belum terungkap. Semoga!!!

Selasa, 25 Maret 2014

NEGRI SERIBU JANJI

Oleh: Muqsi M Nasir
Kau berikan sejuta asa untuk mereka
Kau cita-citakan bangsa di atas surga
Bercerita tentang nikmatnya dunia
Lakzatnya darah yang keluar dari organ wanita
Bukankah itu aib manusia?

Rakyat menagih janji palsu
Yang kau buatkan dulu
Semua tertipu
Dengan seteguk tuak aru

Lamlo, 250314, Komunitas Balee Tuha

Sabtu, 22 Maret 2014

Tam Tum “Busu Bleut” Negri Bertabur Peluru

Oleh: Muqsi M Nasir
22 Maret 2014
Pagi itu, ya! pagi itu pikiran si Agam masih sangat jelas membayangkan suasana bagaimana rentetan peluru bertabur di dinding gubuk milik orang tua si agam. Pada pagi masih jam 04:00 suasana hening masih menyelimuti desa yang berada di pinggir pegunungan adem bercampur dingin masih menusuk celah pori-pori yang menembus sampai ketulang. Tiba-tiba gerik suara datang dari samping dinding yang hanya terbuat dari belahan bamboo “trieng teucriek”. Si Agam terbangun dan menelusuri asal suara yang menghampiri telinga serta mengintip lewat celah dinding gubuk miliknya. Ternyata benar dugaan si Agam, seratusan loreng dengan wajah beringas telah bersiaga di samping-samping gubuk miliknya. Dia masuk kekamar orang tuanya secara pelan-pelan, dia tahu bahwa Ayahnya seorang gerilyawan (pejuang kemerdekaan). Setelah Ayahnya terbangun tidak langsung mencuci muka melainkan mengambil sepucuk senjata laras panjang jenis AK 47 dan sepucuk senjata laras pendek jenis FN kaliber 4.5.
Ibu si Agam terbangun dan langsung panik karena telah mengetahui gubuknya telah dikepung. Setengah jam berlalu seratusan tentara tidak sabar menunggu orang tua si Agam keluar untuk menyerah tentara itu langsung angkat bicara.
“Kalau ada orang separatis segera keluar didalam rumah, kalau tidak akan kami tembak dan kami bakar semuanya” gertak salah satu tentara yang ada di situ.
Mereka bertiga berembuk demi mencari solusi yang lebih baik. Mereka memutuskan untuk berperang walaupun anggotanya jauh lebih kalah, namun demi mempertahankan harga diri seorang anak bangsa. Begitu pikir orang tua si Agam
Suara tam tum dari senjata tentara secara membabi buta sudah tidak dapat terelak lagi. Si agam dengan ibunya bersembunyi di bawah kasur, sedangkan ayah si agam terus membalas serangan dari tentara yang ada di luar. Sangat mengelak dinding bambu yang sudah patah-patah dan bisa dilihat kenalah tembakan ayah si agam di bahu sebelah kiri. Ibu berteriak “Ayah menyerah saja, Ayah menyerah saja”. Suara itu tidak di gubris oleh sang ayah, maklum sang ayah orang yang paling berani dank keras kepala. Darah terus keluar dari bahu yang luka, badan ayah si agam terus melemah sedangkan serangan terus di lancarkan hingga sang ayah rubuh seketika. Pada saat itu juga rumah si agam di gledah, dan ditangkaplah si agam dengan ibunya dan rumahnya di bakar beserta jasad ayah si agam. Mereka hanya berteriak dan pasrah, tangan keduanya diikat dan di bawa ke mobil panser, kenang si agam.
Mereka di bawa secara terpisah, si agam dibawa ke satu tempat dekat pegunungan. Sesampai di situ si agam di telanjangi dan di setrum begitu seterusnya. Dua minggu telah berlalu team loreng mendadak menerima serangan balasan dari gerilyawan pejuang, mungkin itu sahabat ayah saya yang bersedia membantu saya. “Pikir si agam yang sedang menunggu bantuan”
Si agam terus semangat berusaha untuk melepaskan ikatan tali di tangannya, berkat semangat dan usahanya tali ditangannya terbuka. Si agam terus berlari dari jeratan kepungan para loreng-loreng. Saat itu si agam bertemu dengan sahabat ayah si agam yang ikut menyerang pos loreng itu. Sahabat ayah yang satu ini sering berkunjung di gubuk tempat si agam tinggal ketika tidak operasi. Dia bertanya; Ayah dan ibumu dimana agam? Si agam tidak menjawab, dan terus berlari menuju tempat yang aman. Sesampai ke markas milik sahabat ayah si agam, malik namanya “cek malik” sapaan akrab bagi si agam. Dia bertanya lagi dengan nada begitu penasaran kepada si agam “Ayah dan ibumu dimana”. Tiba-tiba suara isak tangis memecahkan keheningan malam si agam menjawab “Ayah sudah meninggal di tembak dan di bakar bersama gubuk dan ibu saya di bawa entah kemana sekarang aku tinggal sebatangkara”
Cek malik berusaha menenangkan suasana kesedihan yang dialami si agam. Cek malik juga bercerita tentang keluarganya yang di bunuh semuanya di desa ketika cek malik naik ke pegunungan dengan mengikis asa dan harga diri satu bangsa yang berdaulat. “saya tidak punya apa-apa lagi, anak saya di bunuh dan istri di perkosa sebelum di bunuh oleh bajingan biadab itu” ungkap cek malik dengan rasa geram. Si agam kaget campur sedih “ ternyata lebih pedih orang lain lagi” gumam si agam dalam hati
Sebulan kemudian si agam memutuskan untuk masuk gerilyawan tersebut dengan ajakan cek malik juga. Si agam berdiri tegap seperti ayahnya pada waktu itu, dia sudah menjadi anggota gerilyawan. Waktu begitu berlalu, huru hara pun semakin mereda di bumi rentetan senjata yang tak pernah kunjung reda. Perdamaian seakan hanya mimpi semata yang sangat sulit di peroleh menjadi tumpuan bagi para pejuang. Menjelang damai si agam bermimpi, dia kedatangan tamu perempuan memakai serba putih dan berkata “jangan kau carikan perempuan tua, karena dia sudah tenang di alam sana”. Setelah itu si agam terbangun dari tidurnya, seketika saja dia rindu pada ibunya yang telah lama tidak ada kabar. “dimana kah kau ibuku, aku begitu rindu pada belaianmu waktu tidur, masakanmu, aku rindu” rintih si agam dengan linangan air mata.
Hari-hari penuh rindu, rindu menusuk luka ingin berjumpa dengan ibunda yang tidak tahu lagi di daratan dimana. Konflik bergejolak dan hanya memendam rindu yang kian mendera seorang pejuang. Detik-detik perundingan antara kedua belah pihak, kami semua turun ke desa untuk menikmati kedamaian tanpa “tam tum busu bleut” (rentetan senjata-red). Rindu bergitu berkobar, kata “jumpa” tak pernah hilang. Dua hari perjalanan naik turun gunung sudah kelihatan rimbunnya pepohonan disamping gubuk yang terbakar. Si agam berjalan dekat dengan gubuk yang menjadi abu dan melihat dua pusara yang bersanding di bawah pohon besar. Semakin penasaran dan perasaan tidak enak, “tidak salah lagi itu pusara kedua orang tua” pungkas si agam dengan rasa tidak yakin. Si agam semakin mendekati gubuk miliknya yang di bakar pada masa itu, tiba-tiba salah satu penduduk desa lewat di depannya lalu si agam bertanya “pusara milik siapa itu” orang itu menjawab pusara itu adalah ibu Fatimah dan Ibrahim. Seketika saja tangisan si agam tak terbendung lagi, tubuhnya rubuh tak berdaya. Si agam terus menangis di atas pusara kedua orang tuanya sambil memanjatkan Do’a kepada sang Khaliq meminta agar kedua orang tuanya di letakkan disisi-Nya. Amin…
Kedamaian pun telah di rasakan oleh si agam walaupun harus merelakan kedua orang tuanya hidup dengan berbeda alam. “tam-tum busu bleut-negri bertabur peluru” akan menjadi saksi mata bagi si Agam dan tak pernah lupa sepanjang hidupnya serta menjadi hikmah di balik semua kejadian tersebut. Semoga!!!





Jumat, 21 Maret 2014

ANORDIO

Oleh Muqsi M Nasir

Anordio seribu harapan
Dari padang menuju painan
Harapan memenuhi impian
Bergumam dalam keraguan

Anordio kenangan singkat
Pesisir selatan tepat penggiran gunung
Dinginnya kota penuh hunian hijau
Menimbulkan rasa untuk dinikmati

Jembatan akar menjadi saksi bisu
Bukti keindahan kota yang tercipta
Berbondong anak adam ingin mengunjungi
Sesuatu Dzat yang tak pernah terhitung ciptaan-Nya

Anordio satu hari bersamanya
Meninggalkan harumnya keringat lelah mereka
Singkat waktu tlah berlalu
Semoga saja lain waktu bisa mengukir kembali

 Padang, 08 sept 2013, Komunitas Balee Tuha


Rabu, 19 Maret 2014

AKU MAWAR LAYU

Oleh: Muqsi M Nasir

Tidak usah kau merajuk merayu
Mawar telah layu ditaman
Kering kerontang tak pernah kau hirau
Rindu siraman tak pernah cukup setes embun

Aku ingin bunganya mekar
Merekah wangian yang menggelegar
Memberi setangkai para pencinta
Menikmati rona warna tiada hingga

Pupus sudah batangku, keindahanku
Menjadi onggokan kayu
Aku mau seperti lainnya
Tumbuh subur tanpa keindahan bunga

LAMLO, 20123, Komunitas Puisi Balee Tuha

Teman sejawat “ Telah Tutup Mata”

Oleh: Muqsi M Nasir
200314
Masa kecil adalah masa yang paling senang dalam kehidupan seorang manusia yang lahir ke bumi sang haliq. Tidak heran juga masa kecil yang begitu bahagia tidak pernah bisa di ulang bahkan diganti seiring masa yang terus berjalan. Budi nama teman sejawat yang pernah lahir kedunia seperti malaikat kecil pembawa berkah bagi semua teman-teman, orangnya baik dan ruapawan. Begitulah sosok dia yang telah lahir kedunia yang tanpa mengharapkan jasa siapa saja yang ingin dia bantu. Kami selalu menghabiskan waktu seharian dengan bermain, itulah kata yang sanggup kami camkan hanya “bermain”.
Kala itu di hari minggu angin berhembus kencang, ladang sudah mulai lapang karena musim panen. Layang-layang terbang tanpa menghiraukan kewajiban kami sebagai anak dalam satu keluarga. Tiba-tiba layangan kami putus akibat angin berhembus begitu kencang, kami berlari mengejar layang yang putus. Saat it uterus menelusuri di berbagai pelesok kampung bahkan mata kami tidak pernah luput di atas pepohonan yang rimbun.
Layang kami semua berwarna-warni ada yang warna merah hijau, bahkan sampai ada warna kecoklatan. Sesampai di hutan rimba dengan mata begitu tajam melihat layangan kami semuanya tersangkut di atas pohon sangat besar. Kami berumbuk menyepakati siapa yang pintar memanjat pohon jati yang sangat besar itu. Tiba-tiba ada suara teman kami yang telat datang menghampiri kami, dia menawarkan diri untuk memutuskan naik ke pohon tersebut. “biar saya saja yang naik ke atas pohon itu, saya InsyaAllah bisa” pungkasnya.

Saya dan teman-teman lainnya menunggu di bawah pohon tersebut. Tiba-tiba angin semakin kencang tidak seperti biasanya. Kami meihat budi seperti ketakutan, ayunan ranting pepohonan semakin kecang. Budi memengang erat ranting pohon tersebut, ketika menaiki ranting ke atasnya tiba-tiba kaki budi terpeleset hingga jatuh dan terbanting dengan ranting di bawahnya. Sambil budi berteriak kami terkejut dia sudah jatuh ketanah. Waktu itu kami panik harus bagaimana menolongnya, kami kehabisan akal untuk menolongnya. Darah terus bercucuran keluar dari mulutnya dengan kaki tangan patah semua. Teman saya satu lagi rahmat namanya mengambil ranting pohon untuk di ikat di kaki dan tangan yang patah serta membuat tandu seadanya untuk di bawa pulang. Kami memohon bantuan kepada orang lain, namun tidak ada yang bisa menolong karena tempat kejadian jauh dari pedesaan. Pada saat itu juga budi di bawa kerumah sakit, ternyata Tuhan menghendakkan lain. Teman sejawat telah mendahului kami untuk berjumpa dengan sang Khaliq. Kami hanya bisa meratapi, mengenang sosok pemberani dan pemurah. Teman sejawat, kami mengenangmu selamanya. Amin…

Angelina; cinta satu hari “selamanya”

Oleh: Muqsi, M.Nasir
Pagi itu aku duduk di tepian laut hanya ingin menikmati pemandangan matahari pagi yang begitu menyibakkan mataku dan tak ingin melewatkan fenomena tersebut. Ketika itu saya sudah berada ditempat wisata yang aku idam-idamkan dalam hidup, terpenuhilah semua keinginan. Saat itu aku hanya duduk termangu menyaksikan kehebatan super power sang Khaliq yang menciptakan dunia ini sangat indah; begitulah pikirku.
Satu jam telah menghabiskan waktu pagi, tiba-tiba datang sosok perempuan yang sangat cantik seperti bidadari turun entah dari mana. Senyumannya merekah dan terus berjalan menghampiri aku, aku membalas senyumannya dan terus bingung serta di tambah penasaran. Siapa dia ya? “Tanya ku dalam hati” Ah mungkin senyuman itu sebagai ibadah yang diberikan untuk siapa saja “tepikku lagi”
Dua menit berlalu terbangun dalam lamunan rupanya perempuan yang senyam senyum tadi sudah berada tepat disampingku. Aku tertawa kecil sambil mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri kepadanya, Angelina nama yang anggun dan sosok perempuan ramah serta isitimewa. Kami mulai percakapan saling mengenal keduanya, ternyata dia gadis bule yang berdarah Aceh. Namun seakan tak percaya, gadis itu sangat fasih berbicara memakai bahasa Aceh.
Sudah lelah kami ngobrol sambil duduk, maka kami memutuskan untuk ngobrol sambil menelusuri keindahan pantai. Dia bercerita tentang fenomena Tsunami yang merenggut nyawa kedua orang tuanya. Pada tanggal 26 desember 2004 silam orang tua Angelina bermaksud mengunjungi orang tuanya ke Aceh, naas bagi mereka ajal telah menunggu mereka di tanah kelahiran. Seperti pepatah silam “pelepah dan buah kelapa tidak jauh jauh dari pohonnya” begitulah kira. Sejauh mana kita pergi ajal tetap menunggu kita lambatkah atau cepatkah.
Sehari penuh bersamanya seperti kerabat yang telah lama tida pernah jumpa begitulah akrabnya sama dia “Angelina”. Kami bercerita kesana kemari, tentang alam, kehidupan pribadi bahkan semuanya yang ingin kita ceritakan pada waktu itu. Hari mulai gelap dan kami menyaksikan sunset di tengah keakraban kami, tiba-tiba deringan handphone dia berbunyi raut wajah dia memerah seperti ada masalah. Aku berusaha tenang pada saat itu dan bertanya, kenapa wajahmu tiba-tiba memerah? Tanyaku bingung.
Dia menjawab dengan nada tersentak seakan semua suara hilang darinya, bahwa dia harus pulang kenegara dia bekerja karena ada urusan mendadak dengan bisnisnya. “Aku hanya berharap suatu saat bisa bertemu lagi dengan gadis Anggun sepertimu Angelina” gumamku dalam hati. Waktu berputar sangat cepat pada malam itu dan kami pulang ketempat penginapan masing-masing. Pada malam itu kami meneruskan pembicaraan lewat telpon seluler, kami seakan tak ingin melewatkan malam secara bersama walau saling berpisah tempat. Ketika jam sudah menunjukkan di atas jam 12 malam untuk beristirahat “karena besok Angelina mau kebandara” pikirku.

Pada malam itu juga rasanya aku seperti kehilangan sesuatu digenggaman padahal genggaman itu tak ingin aku lepaskan. Kesejukan pagi tiada tara menguliti seluruh rindu dan tungkai yang lelah seakan bergerak sendiri untuk mengantarkan sang bidadari untuk berpisah sekejap mungkin. “aku hanya bisa berharap dia kembali ke ketempat ini lagi” pikirku secara berulang-ulang; hanya itu. Setelah sampai ke bandara tepat waktu dan sudah menunjukkan jadwal keberangkatan Angelina pun masuk ke ruang tunggu. Saya lihat mata dia berkaca-kaca seakan tidak mau menangis dan berat meninggalkan tanah kelahiran ibunya. Saya berinisiatif untuk mengirimkan beberapa pesan rindu lewat telpon seluler untuk meyakinkan bahwa kami akan berjumpa lagi di tempat pertama bertemu. Saya hanya memandang dari jarak jauh ketika pesawat yang dia tumpangi mengudara ke langit dan tak ingin melewatkan sampai pesawat itu hilang dari pandangan mata saya. Saya beranjak pulang dengan tengkulai lesu membayangkan cinta satu hari telah pergi. Malam itu saya berniat menghubunginya lewat telepon seluler dan nomernya tidak aktif. Sambil menunggu teleponnya aktif aku menghidupkan televisi. Ketika sedang menonton siaran saya dikejutkan sebuah berita hilangnya pesawat tujuan luar negeri. Perasaan saya semakin tidak enak, kemudian saya membuka internet untuk mengecek nomer pesawat yang ditumpanginya ternyata benar. Pesawat yang ditumpanginya memangalami kecelakaan dilaut lepas dan dia termasuk salah satu penumpang pesawat yang dinyatakan hilang dan telah tiada. Pada saat itu air mataku terus berlinang dan berdo’a kepada Tuhan agar di tempatkan di sisi-Nya. Angelina, cinta satu hari dan selamanya terus melekat dibenak sang perindu. Jasadmu terus utuh di laut sana seperti mengupas rindu kita berdua, semoga!!!

PANTON

SAYANG KAMEUTUKA KE

Gaseh ka ublang sayang ka ugle
Ureung temeurka sayang bukeun lee 
bak buet jahee ka meu lomba2
Awe ka lam blang pade ka lam gle
Pakoe hana lee bak preh syuruga

Nanggroe that singkat ktakaleun dali
Ureung ka nafsi bak mita kaya
Pakeun uroe nyoe hana ta syukuri
Ureung ka deungki ngeun adoe a

Singeuh lusa kabeh geu meubenci
Bak buet trimeung kuasa ka hukom rimba
Laknat Rabbi sabe trok geubi
Hana pree minet sabe lam bala

Jak rakan ta pujoe Rabbi
Mangat geubi asoe syuruga
Bek harap kaya ngeun ata riba
Jeh neuraka preh ngeun azeub Rabbi


020314, Komunitas Balee Tuha

Tips Mengatasi Ketika Putus Cinta

Cinta satu kata yang tidak terlepas dari lingkaran manusia, dengan kata-kata cinta bisa menembus keinginan yang kita bawakan. Contohnya kita mencintai seseorang kita akan mengorbankan semuanya demi mendapatkan pasangan kita, artinya kita menuruti keinginan senidiri. Tak ayal juga kan kita punya impian sendiri masing-masing. Namun selama ini kata cinta itu kita salah gunakan bahkan bisa kehilangan jiwa kita sendiri ketika mengejar cinta. Saya ingin memberikan tips menarik bagi followers Balee Tuha agar move on ketika putus cinta.
Ini Tipsnya:
1. Kita harus berpikir sendiri bahwa Tuhan sudah memberikan jodoh yang terbaik     untuk kita
2. Jangan telat-telat beribadah karena ibadah itu kunci anti galau.
3. Jika anda suka dengerin musik, maka jangan mendengarkan seperti lagu sendu,     pop yang bernada cinta (lebih baik anda mendengar musik yang bernada               keras seperti; musik rock).
4. Berusaha terus mencari teman curhat seperti teman cewek "note" jangan               sampai jatuh cinta pada teman curhat, karena kesannya nanti suatu                       pelampiasan nanti bakalan kecewa teman curhatmu.
5. Pergilah ke satu tempat yang tidak pernah kamu kunjungi ketika kamu masih         bersamanya.
6. Jangan berlarut-larut dalam cinta yang salah.

Mungkin dengan tips yang saya berikan ini dapat bermanfaat bagi sobat muda semuanya.
Note: "Cinta itu tidak pernah salah, namun manusia salah menggunakannya" 

SENANDUNG KASIH


SENANDUNG KASIH

Setitik embun jatuh di larut malam
Hati sepi selalu bergumam
Rindu dirimu banyangan selalu menjelma
Mimpi buaian mata selalu terbuka

Tatapan menerawang ingin memeluk bulan
Malu, bintang dan bulan saling berdekatan
Inginnya menyapa, dalam seribuan salam
Tapi sayang, itu hanya masa silam

Tubuh menggigil terbaring di seutas kapas usang
Kain katun kusam selalu menemani malam yang lajang
Sendiri, kata lajang yang terbuang
Hanya mimpi yang selalu terbayang

PERLAK ASAN, 02 11 2013 Komunitas Balee Tuha




SYAIR CINTA

SYAIR CINTA

Dilembar putih telah tersemai tinta
Sampai berbunga, berbuah kata
Sendiri mengukir rindu tanpa cinta
Takkan pernah kering mata air kata-kata

Kemarau tiba, puing cinta masih berdiri
Dihamparan padang yang sepi
Syair cinta, tinta kering mengabadi
Melantunkan cita cinta yang suci

Sama-sama| bertolak dirindu jiwa;
Sama-sama| berlabuh dipangkuan cinta;

LAMLO, 08112013; Ketua Komunitas Balee Tuha


GEROBAK TEBU TUA

Telah Memberikan manis untuk sejuta manusia
Eloknya dipandang sewaktu muda
Ketika Roda berputar pertama
Semudah itu kamu bernama gerobak tua

Kusam, semraut ditelan usia
Mengunyahkan setiap derita
Batang perbatang kau masukkan
Dengan asa memberikan sepiring nasi
Pada pemuda berdikari

LAMLO, 18112013 Muqsi M Nasir




Markas Komunitas Balee Tuha, Plus Tubee Maleem, Jln Gumpueng No 14. Perlak Asan, Lamlo.

Selasa, 18 Maret 2014

JANDA

JANDA

Ulon kaleun u ateuh tingat kelangeet
Ulee singeet lon pikee keu gata
Hana lon sangka rumoh kareubah
Lon pikee keu kah ka gop ba ba

Siblah desember tanggai lon lahee
Tinggai lon preeh matee manteng rahasia
Laot ngeun darat ka lon jelajahi
Tinggai preh saksi beuna adinda

Watee luah lampoh kalheuh lon kayee
Watee luah glee kaleuh lon koh ganja
Munyeu jinoe ngeun dara hana lon pikee
Jinoe keuneuk tree lon mita janda


LAMLO, 18112013 Ketua Komunitas Balee Tuha
TERMANGU

Aku duduk larut malam termangu
Tebalut luka senja mengangkang pilu
Hamparan laut yang berdebu
Menguras bayangan lambaian tanganmu

Larut malam ku berdo'a
Menyatukan jasad dan jiwa
Terpaku dalam kata sungguh
Aku lapuk dan melenguh

Usia sampai petang
Menulis syair berbatang
Menitipkan kalimat yang bisa dikenang
Sampai tidurku terlentang


Muqsi M. Nasir, 07112013

MAKSIET

MAKSIET

Meugah jeu ee jeut krui padee
Meugah aree jeut sukat meulieng
Meugah dara bak si on bajee
Meugah si lahee bak buet keuji

Jambo tuha jeut keu saksi
Ngeun puteh dii tameunari nari
Hana ta thee umu ka puteeh
Manteung paleeh bak piasan donya

Meusem blang mandum ta meugoe
Masa rugoe keuneuk cok asee
Bek laloe aduen beu macam bagoe
Donya ka phang phoe bandum ka reulee

Si on ija geubaleut jasad
Sikrek keureunda ka meumada
Hana laen seulaen gata ngeun Allah Ta'ala
Meuglah-glah hajat bak buet lam donya



LAMLO, 16112013 (Muqsi) Ketua Komunitas Puisi; BALEE TUHA

RINDU CAMPUR RAGU

RINDU CAMPUR RAGU

Di sini, mengharap kabar pada angin sendu
Menanti seutas kertas tinta hitam kabar rindu
Membisu dalam endapan kalbu

Kini, rindu bercampur ragu
Tak berarti kabar telah berlalu
Adakah malam yang bisa membantu?
Hanya menguasai pikiran yang semakin berdebu

LAMLO, 07122013, Komunitas Puisi Balee Tuha

NIKOTIN CINTAKU

Oleh: Muqsi M Nasir

Nikotin, cintaku padamu membuatku luka
Lukaku karena mencintaimu
Setiap hari setia kepadamu
Balasanmu menghancurkan paru-paru

Sesak dalam rindu
Memaksa cinta dalam candu
Kini sirna dalam radius muda
Tanpa ampun kau menyiksa

LAMLO, 28 09 2013